Makelar Satu Triliun

×

Makelar Satu Triliun

Bagikan berita
Makelar Satu Triliun
Makelar Satu Triliun

Begini alur logikanya: makelar hukum menawarkan solusi cepat bagi mereka yang punya uang dan ingin hasil sesuai kemauan. Layanan ini menjadi "win-win solution" bagi mereka yang ingin memperlancar urusan, dengan imbalan finansial untuk pejabat yang haus uang.

Di sinilah kita melihat hubungan simbiotik antara hukum dan kapital; di mana amplop, dan sekarang transfer digital, menjadi "upeti" untuk memastikan hasil yang diinginkan. Nilainya tak tanggung-tanggung, bisa milyaran sesuai berat-ringannya perkara.

Ah, anda hanya pandai mengkritik tanpa solusi, yang tentu hanya menambah garam di luka. Maka, mari kita pertimbangkan solusi untuk menekan korupsi dalam sistem peradilan kita. Ada beberapa langkah yang bisa dipertimbangkan, diambil dari keberhasilan berbagai negara di dunia.

Tengoklah China, di mana hukuman berat, termasuk hukuman mati untuk koruptor kelas tinggi, berhasil menekan korupsi di level tertentu. Jika Indonesia mengadopsi pendekatan serupa, mungkin ada harapan untuk membersihkan korupsi dari lingkup elit. Tetapi, tentu, ini harus diterapkan dengan adil tanpa ada “main mata” di sana-sini.

Atau kita bisa menggabungkannya dengan cara Singapura. Negara kota ini sukses meminimalisir korupsi melalui digitalisasi. Dengan memaksimalkan e-governance, proses administrasi menjadi transparan sehingga ruang gerak untuk praktik suap semakin terbatas. Bayangkan, jika semua proses hukum kita berbasis digital dan transparan —para makelar mungkin tidak akan lagi punya ruang bermain.

Di Arab Saudi, aturan tegas berdasarkan syariat Islam turut menekan korupsi. Hukuman potong tangan bagi pencurian besar memberi efek jera yang kuat. Meski sulit diterapkan di Indonesia, intinya adalah menerapkan hukuman proporsional sesuai dengan kerugian yang ditimbulkan.

Di negara-negara Skandinavia, pejabat publik diwajibkan melaporkan kekayaan mereka secara berkala. Di sini, kehidupan mewah di kalangan pejabat menjadi petunjuk awal dari kecurangan. Indonesia bisa menerapkan audit kekayaan dengan lebih ketat dan larangan gaya hidup mewah.

Kita juga dapat meniru Finlandia, yang sukses menanamkan nilai-nilai integritas sejak pendidikan dasar. Bayangkan jika anak-anak di Indonesia diajarkan bahwa korupsi adalah tindakan tidak bermoral —generasi berikutnya mungkin akan tumbuh lebih sadar untuk menjunjung keadilan.

Tak kalah penting, perkuat pengawasan publik dan media. Di beberapa negara maju, media dan masyarakat punya peran besar dalam mengawasi tindak-tanduk pejabat. Perlindungan terhadap _whistleblower_ dan dukungan untuk media yang kritis dapat membantu menekan korupsi di Indonesia.

Lain halnya Hong Kong. Ia sukses memerangi korupsi dengan Independent Commission Against Corruption (ICAC) yang bebas dari intervensi politik. KPK di Indonesia seharusnya bisa menjalankan peran serupa, asalkan tetap independen dan didukung penuh.

Editor : Editor Riau
Bagikan

Berita Terkait
Terkini